Sabtu, 10 November 2012

Duka itu banyangan di balik Suka

Sepertinya tak jarang ketika aku mengalami hal-hal yang membahagiakan selalu di iringi satu kejadian atau beberapa kejadian yang menyesakkan di hati. Seolah-olah gak rela kalo aku 100% full seneng.
Kadang-kadang (bukan kadang-kadang lagi sih, tapi sering) aku mikir, apa ada yang salah dengan ku, karena seolah-olah tiap apa yang aku jalani itu selalu saja aku mengalami kejadian yang gak mengenakkan hati. Selain itu, mungkin karena juga tingkat kecerobohanku yang tinggi, walaupun aku berusaha mereduksinya tapi rasanya tetap stagnan aja. Bukan hanya ceroboh, aku juga termasuk salah satu anak yang super teledor dan pelupa juga.

1. Di balik lezatnya Mie Kuah Bringin
Sebenarnya kejadian ini sudah cukup lama terjadi, ya.. kurang lebih tiga tahunan yang lalu.  Saat itu aku dan bapak baru saja pulang dari silaturrahim ke rumah saudara jauh dalam rangka Idul Fitri. Kebetulan di daerah Bringin ada satu warung Mie Kuah yang menurut kami sangat ennnnnnaaaak sekali walaupun porsinya sedikit alay. Kami memutuskan untuk mampir di situ, itung-itung udah cukup lama kami gak ke situ.
Aku menikmati Mie Kuah ku yang panas sambil bercanda dengan Bapak, selain itu aku juga sekali-kali memeriksa hp ku yang baru seumuran jagung sekedar ada sms atau tidak. Waktu itu tidak ada firasat apa-apa tentang hp yang saat itu aku pegang erat-erat.
Setelah di rasa cukup dan gunungan Mie di piring sudah ludes, Bapak mengajakku pulang dengan langkah ringan aku meninggalkan tempat itu tanpa perasaan aneh atau gelisah. Yang ada dalam fikiranku saat itu adalah aku harus cepat pulang, mandi, dan istirahat tanpa memperhatikan lebih lanjut tentang nasip hapi yang aku pegang erat-erat tadi.
Setelah sampai rumah, aku langsung menjalankan ritual rutinku (mandi, dikat gigi, cuci muka, wudlu, solat Ashar dan tak lupa nyapu rumah). Setelah beberapa jam kemudian (seingatku habis Magrib), Kakak perempuanku menanyakan perihal keberadaan hp ku yang baru seumur jagung itu. Aku baru ingat dan panik mencari-cari dimana hp malang itu, bahkan sampai di sudut-sudut rumah tidak ada, nomor ku sudah tidak aktif lagi ketika di hubungi waktu itu. Dan sejak detik itu juga aku memberanikan diri untuk berspekulasi kalau hp ku mungkin saja jatuh di jalan atau tertinggal di warung Mie sore tadi lantas di ambil oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kehilangan hp, itulah pengalaman pertamaku (ya, karena itu memang hp pertama). Yang ada dipikiranku saat itu adalah bagaimana menghadapi kemarahan Bapak yang pasti menakutkan. Dan tak perlu di bayangkan, karena begitu mengetahui hp ku tiada, bapak langsung memarahiku tanpa ada waktu tempo (ya, karena saat itu ada teman lamaku yang sedang bersilaturrohim). Oh, betapa malunya di marahi Bapak di depan teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Tapi mungkin itulah salah satu konsekwensi yang harus aku terima karena keteledoran dan kecerobohanku.

2. Pengangkatan dan Kolam Fisika
Menjadi seorang warga himpunan adalah salah satu idaman terbesar bagi kami para MaBa (Mahasiswa Baru) di kampus tercinta kami sekitar dua tahu yang lalu. Sebagai sekelompok anak yang masih ingusan dan cukup culun kami selalu di ajari bagaimana caranya menjadi orang yang kritis dalam kondisi apapun termasuk dalam "pressure" yang cukup berat. Bahkan hampir satu tahun kami satu angkatan menjalani itu semua, mulai di suruh inilah, itulah, beginila, begitulah, harus seperti inilah, harus seperti itulah, sampai capek rasanya, seolah-olah hidup itu tak tenang makan tak enak dan tidur tak nyenyak.
Akhirnya pada suatu malam di bulan Juni (kalo gak salah), momen yang kami nanti-nantikan datang juga. Setelah melewati "pressure" yang lebih "pressure" lagi kami di angkat tepat dini hari di samping kolam di jurusan kami yang terkenal sedikit kotor walaupun bentuk kolamnya bagus. Rasanya malam itu merupakan malam terindah sejak kami menginjakkan kaki di kampus perjuangan itu. Bahagia sekali rasanya dan kami menyambut hal itu dengan suka cita, karena dengan berakhirnya proses itu, artinya kami bisa melakukan semua aktivitas dengan bebas dan tenang di jurusan.
Setelah selesai semua prosesi, para kaum adam merelakan diri untuk menceburkan diri bareng-bareng di kolam bersejarah itu. Sedangkan kami para kaum hawa yang manis-manis hanya bergidik di samping kolam sambil senyum-senyum melihat tingkah teman-teman kami yang kayak anak kecil. Tiba-tiba tak di nyana dan tak di duga salah satu temen cewek ku (sebut saja bunga) tiba-tiba di tarik ke kolam oleh temenku yang lain (sebut saja Melas). Maksud hati aku ingin menolong si Bunga yang mungkin saja gak bisa berenang kayak aku, eh... malah aku yang di tarik ke kolam sama si bunga. Rasanya bener-bener kaget setengah hidup, untung aja aku lansung di tarik kalo enggak pasti aku udah kekenyangan nie minum air kolam yang rasanya gak enak. Tapi saat itu walaupun aku pulang ke asrama dini hari dengan pakaian basah kuyub, aku tetep senang.

3. Menjamah Ranu Kumbolo
Salah satu keinginan terbesarku sejak kecil adalah merasakan sensasi mendaki gunung.Tapi kesempatan itu sepertinya tidak pernah datang, karena orang tua memang melarang keras saya untuk ndaki, entah kenapa alasannya, apakah takut kalo saya ilang di gunung atau takut saya ntar tambah kurus? wtf....
Tapi pada suatu hari, salah satu temen deketku ngajak ikut acara sosial di Ranu Pane, kalo gak salah nama acaranya "Ranu Pane Bersih". Karena menurutku acaranya cuma bersih-besih doang di kaki gunung Mahameru, jadi why not...  Waktu itu, aku pikir gak perlu izin ortu, karena menurutku acaranya cuma bersih-bersih doang. Jadi serentetan rencana telah tersusun rapi.
Untuk menuju Malang, kami berencana naik kereta api ekonomi yang memang ekonomis tentunya kami memilih keberangkatan pagi. Sehingga entah gimana caranya kami harus sampai Stasiun Gubeng pukul 4 pagi. Akhirnya dengan menunggangi taksi kami bertolak menuju Gubeng yang sebenarnya jarak dari kontrakan kami tidak terlalu jauh. Setelah sampai di terminal betapa kagetnya aku, waktu itu stasiun masih tutup tetapi para calon penumpang sudah bejibun di luar stasiun. Saat itu pula aku sadar, sebentar lagi akan ada perang dunia memperebutkan kursi ekonomi yang sangat ekonomis untuk dompet kami para rakyat jelata. Setelah satu jam menunggu akhirnya Stasiun di buka juga, seberapa kuat kami berusaha tetap saja kami mendapat barisan antrian di belakang dan antrian ini mengingatkanku pada ular piton yang sangat panjang dan meliuk-liuk.
Setelah beberapa saat akhirnya tibalah giliran kami untuk membeli tiket, tapi betapa kecewanya kami, karena tiket ekonomi ke malang sudah ludes dan hanya menyisakan untuk keberangkatan sore, kecewa sekali rasanya. Akhirnya kami memutuskan  pergi ke mushola dulu untuk solat subuh barangkali aja ada hidayah nyangkut. Ujung-ujungnya bis adalah solusi tepat yang membawa kami ke Malang.
Singkat cerita, kami berangkat menuju Ranu Pane setelah dluhur, dan sore hari kami sudah sampai di TKP. Perjalanan dari Tumpang menuju Ranu Pane adalah momen yang tepat untuk memanjakan mata, karena pemandangan yang amat sangat begitu indah sekali. Walaupun di tengah perjalanan kami sempat menghadapi sedikit masalah. Waktu itu ban belakang dari truk yang kami tumpangi tiba-tiba ngambek, sehingga mau tak mau perjalanan kami sempat terganggu. Ditengah gerimis kami menunggu truk yang sedang di ganti salah satu ban nya dengan menikmati alam sekitar tentu saja tak ketinggalan dengan mendokumentasi diri sendiri (maklum sedikit narsis).
Kami tiba di RAnu Pane saat magrib. Cuaca di sana benar-benar berbeda 180 derajat dengan Surabaya. Hidup di sana bagaikan hidup di dalam kulkas, dingin sangat. Setelah ISHOMA, aku dan fiah memutuskan unttuk jalan-jalan ke sekitar api unggun. Dan tak di suga tak di nyana, kami bertemu dengan senior kami (sebut saja Mas Faris) di depag yang tentunya kami sudah saling mengenal dengan baik. Kawan, bukankah sangat menyenangkan bertemu dengan saudara di tempat asing yang penuh dengan orang asing. Saat itu juga Mas Faris mengajak kami untuk naik ke Ranu kumbolo pada malam itu juga dan langsung turun setelah sampai sana, sehingga esok hari kita tetap dapat mengikuti acara inti yang kami ikut, "Ranu Pane Bersih".
Akhirnya, tanpa pikir panjang kami memutuskan untuk ikut-ikut saja, karena kami kira perjalanannya tidak begitu jauh dan tidak membutuhkan waktu yang begitu lama. Akhirnya kami pamitan secara diam-diam dengan rombongan kami dan berkata kalo besok kami sudah kembali. Kau tahu? kami naik itu secara ilegal karena pada saat itu jalur pendakian Semeru memang sedang di tutup.
Tepat setelah Isya' kami berangkat mendaki menuju Ranu Kumbolo, dalam perjalanan ini kami mendapat banyak kenalan baru walaupun kami semua berasal dari almamater yang sama. Perjalan ini ternyata jauuuh lebih sengsara dari yang aku bayangkan. Karena jalur pendakian sudah lama di tutup akibat meletusnya gunung Semeru, maka banyak sekali semak-semak liar yang menutupi jalan dan banyak juga pohon tumbang yang menutupi jalan ditambah perjalanan kami pada malam hari, maka perjalan yang normalnya dapat di tempuh selama 4 - 5 jam, malam itu kami membutuhkan waktu 7  jam untuk sampai di Ranu Kumbolo. Benar-benar perjalanan yang jauh lebih sengsara dari ekspektasi.
Kami sampai di Ranu Kumbolo pukul 3 dini hari, kami di sambut dengan pemandangan yang benar-benar indah dan sangat menakjubkan. Tetapi bagiku dan Fiah, kami tak bisa sepenuhnya menikmati keindahan ini, ada satu hal yang mengganggu pikiran kami berdua, yah tidak lain adalah rombongan kami di Ranu Pane. Karena saat berangkat kami hanya berpamitan kalau kami pergi hanya satu malam dan paginya sudah kembali. Tapi Kenyataan berkata lain, kami tiba di Ranu kumbolo pukul 3 dini hari dengan kondisi yang begitu lelah, otomatis paling lambat kami turun mungkin keesokan pagi atau siangnya. Kalo sudah begini apa yang bisa kami perbuat.
Merasa bersalah, tentu aku dan fiah amat sangat merasa bersalah dan pastinya tim kami di Ranu pane tentu amat sangat mengkhawatirkan kami. Tentu kami sangat ingin sekedar mengabarkan keadaan kami, tetapi dengan cara apa? hp sepintar apapun tidak akan berguna karena kita sedang berada di wilayah yang jauh dari peradapan manusia (karena yang berada di ranu kumbolo saat itu hanyalah rombongan kami, tidak orang lain lagi) dan mustahil kami temukan sinyal IM3, Telkomsel, XL, dan sekutunya.
Akhirnya kami baru bisa melakukan perjalanan kembali ke Ranu Pane sekitar pukul 11 siang. Dengan semangat membara dan kecepatan ekstra aku dan fiah begitu semangat berjalan di depan, harapan kita hanya dua. Kami cepat sampai di Ranu Pane dan semoga rombongan kami belum pulang, karena menurut prediksi kami baru sampai di Ranu Pane sekitar sore hari. Dan hal yang kami takutkan pun terjadi, ketika aku dan fiah samapai di ranu pane ternyata semua peserta sudah pulang dan tinggal para petugas yang sedang membereskan tenda-tenda. Saat itulah kami berdua amat sangat merasa bersalah, ada sedikit rasa sesal. Seandainya kami sedikit berfikir ketika di ajak mendaki ke Ranu kumbolo, seandainya kami tidak ikut ke Ranu Kumbolo, dan masih banyak "andai-andai" yang lain. Tetapi aku sadar, bahwa itu tak ada gunanya lagi dan satu-satunya yang kami hadapi adalah menerima konsekwensi akibat perbuatan kami.
Aku selalu percaya bahwa di setiap tempat yang kita diami selalu terdapat orang baik. Akhirnya kami bertemu dengan bapak supir truk yang mengangkut tenda2  menuju Tumpang. Bapak itu bersedia memberi kami tumpangan menuju Tumpang.

4.  Menikmati indahnya Pantai Balekambang
Ok, menurutku salah satu Pantai terkeren yang pernah ku kunjungi adalah Pantai Balekambang yang masih termasuk ikut kabupaten Malang. Aku kesana tahun 2011 lalu dengan teman-teman D'09 dalam rangka mengisi libur semester. Kami kesana dengan mencarter Bis keci "eksekutif" full AC (Angin Cendelo).
Karena kami berangkat dari Surabaya sekitar pukul 1 dini hari, maka kami sampai di Balekambang sekitar pukul 4 pagi, yang jelas suasana di sana masih sangat gelap waktu kami tiba.
Setelah melaksanakan sholat subuh berjamaah kami bersiap beraksi, bak anak kecil kesetanan yang kebelet main. Selama di sanapun kamera tak pernah berhenti bekerja, cekrek sana cekrek sini dengan laut sebagai latarnya sampai mati gaya deh pokoknya.
Di Balekambang terdapat semacam kuil yang terletak agak di tengah laut, sehingga untuk menuju kesana kami harus melewati jembatan kecil. Di sana tentu saja aktivitas yang kami lakukan adalah pemotretan (lagi). Dan setelah puas, kami kembali lagi ke pinggir pantai lagi.
Biasanya aku merupakan tipe-tipe orang yang paling tidak suka main sampe masuk pantai, aku cukup puas bermain pasir di pinggir pantai saja karena memang aku tidak mau ribet karena harus berbasah-basah ria. Namun lain dengan pagi itu, rupanya keindahan dasar pantai Balekambang berhasil menghipnotisku untuk rela membasahi paling tidak separuh badanku. Bagaikan anak usia 10 tahun kami bermain air tentu saja proses pemotretan terus berjalan. Waktu itu aku sangat menikmati sekali sampai-sampai aku lupa bahwa hp ku satu-satunya masih bersarang di saku celana yang trntu saja sudah basah kuyup.
Awalnya aku tidak khawatir karena tanpa sengaja telah mengajak hp saktiku mandi di laut. Tapi pada akhirnya aku harus khawatir juga, karena hp saktiku tiba-tiba mati tanpa meninggalkan wasiat dan tidak dapat dihidupkan lagi. Akhirnya, keesokan lagi hp sakti itu langsung aku bawa ke klinik pengobatan, dan ternyata dia harus menjalani rawat inap selama beberapa hari. Dan setelah sembuh dari mati surinya, dia bisa menjadi seperti yang dulu lagi. : (

2 komentar:

  1. sabar ayink..:D
    pasti ada hikmahnya..
    pas aku kecil, aku juga ngerasa suering banget keliatan cupu bin dungu di hadapan banyak orang. sekarang, aku ngerasa g da salahnya kuk sesekali keliatan cupu. haha..

    BalasHapus